Ibu, Yuk Kendalikan Emosimu
Ketika Anda punya masalah, ingin marah dan berteriak, segeralah pindah ke gelombang otak yang kreatif. Cara memindahkannya sederhana; tersenyumlah.
Hola Ibu mamashay semoga sehat and happy selalu yah,
walau keadaan masih belum pasti. Harus lebih banyak stok sabarnya, agar ibu tetap kuat dan tetap waras ^^.
Apakah anak anak masih sekolah dari rumah? Anak saya masih mengikuti sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Saat harus mendampingi mereka belajar terutama anak dengan usia sekolah dini, tak jarang ulahnya memancing emosi ibu keluar, ya gak sih?. Padahal tidak cuma satu anak yang harus kita dampingi, iya kan .
Nah kali ini saya ingin mengajak ibu, bunda, mama, yuk sama sama kita belajar kendalikan emosi kita saat mengasuh sang buah hati. Pengasuhan anak tidak sebatas mendampingi saat belajar pendidikan formal namun pada seluruh aspek kehidupan.
Mungkin Ibu bekerja lebih bisa mengendalikan emosinya ketimbang kita yang full time mommy. Karena tingkat tekanan ibu bekerja dirumah lebih tinggi yah.
Mengatur emosi ibu dalam mengasuh anak sudah sering dibahas. Baik berupa artikel, kuliah WhatsApp, flyer, maupun konten di sosial media.
Cara-cara berikut ini saya rangkum dari berbagai sumber yang saya ikuti seperti webinar MOMAcademy dan ACT for humanity dimana dr Aisah Dahlan, CHt sebagai narasumber. Lalu
ada webinar bersama Bapak Fahruroji,. CHC.,MCHt seorang motivator keluarga dan hypnoterapist. Juga kuliah whatsApp
Bunda SGM dengan psikologi anak, ibu Anna
Surti Ariani,. Spsi., M.Si.
Apakah mama atau ibu diluar sana sering marah saat mengasuh anaknya, seperti saya?
Apabila sudah terlanjur sering marah-marah apa yang harus kita lakukan? bagaima
cara mengendalikan emosi saat mengasuh anak. Apakah selamanya seorang ibu tidak boleh marah?
Itu pertanyaan yang selalu ada dalam benak saya. Seorang ibu terus menerus diingatkan untuk mengatur emosinya saat mengasuh anak. Ibu tidak boleh memarahi anak, ibu juga harus bisa menjaga perasaan anak, ibu tidak boleh melontarkan kata-kata kasar yang menyakitkan. Karena semua itu dapat berpengaruh buruk pada kesehatan mental sang anak.
Anak menjadi seseorang yang tidak percaya diri atau mungkin bisa menjadi anak yang pemberontak. Banyak dampak buruk akibat memarahi anak. Seperti yang saya baca dari popmama.com disini. Saya terbilang sering ikut kuliah whatsapp maupun webinar tentang mengatur emosi Ibu.
Pernah juga mengikuti hypnotherapi bersama, yang diselenggarakan majalah Nakita (loving not labeling), semua bertujuan agar saya dapat mengendalikan emosi saya. Walau terkadang masih sulit mempraktekkannya, tetapi saya harus bisa dan terus berusaha.
EMOSI
Tidak semua ibu sering marah sampai-sampai mendapat label pemarah oleh anaknya. Banyak juga Ibu yang bisa mengatur emosinya. Namun mengendalikan amarah bagi sebagian Ibu bukanlah hal mudah. Beberapa pola asuh terdahulu menganggab marah itu untuk mendidik dan mendisiplinkan anak. Ini terjadi pada generasi angkatan kakek saya (Ibu saya sebagai anak).
Pada kulwap “Mengatur Emosi Bunda ketika si kecil harus belajar dari rumah” oleh ibu Anna Surti Ariani, Spsi., M.Si., psikologi anak , menyebutkan emosi adalah reaksi diri sendiri terhadap pengalaman tertentu seperti senang, sedih. Sedangkan menurut KBBI emosi adalah perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat, juga keadaan atau reaksi psikologis dan fisiologis.
Emosi ada dua jenis, Emosi positif seperti bahagia, senang, semangat, penuh cinta, penuh syukur. sedangkan Emosi negatif berupa sedih, marah, apatis, takut, Iri, benci, cemburu, sombong. Marah termasuk bentuk emosi negatif. Tanpa disadari ibu menegur anak dengan marah, melarang anak dengan marah. Mengapa Ibu sering marah? apa yang menyebabkan terjadi emosi negatif marah?
PENYEBAB EMOSI
Ada banyak faktor yang mempengaruhi emosi ibu. Faktor dari luar tidak adanya support sistem ibu. Kurangnya bantuan suami pada istri, dalam hal ini secara psikologi. Bisa juga bantuan secara tenaga, dalam membantu istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kurangnya waktu untuk diri ibu sendiri. Keterbatasan ilmu terutama ilmu parenting, tidak paham teknologi. Ada permasalahan dalam keluarga. Sedangkan faktor dari dalam diri dapat dipengaruhi (tekanan) stress, kesiapan mental menjadi seorang Ibu, traumatik pola pengasuhan ibu di waktu kecil, tingginya ekspektasi dan tuntutan ibu / keluarga terhadap anak. Kondisi kesehatan, tingkat kesabaran dan keimanan seseorang juga berpengaruh.
MENGATUR EMOSI
Menurut ibu Anna
Surti Ariani, Spsi., M.Si., psikologi anak, pada kulwap bunda SGM, ada yang namanya jendela
toleransi setiap orang punya batasan terhadap hal hal yang bisa ditoleransi
alias sesuatu yang tidak menimbulkan emosi negatif. contoh saat si kecil menumpahkan air atau
susu dan ibu merasa baik baik saja, berarti itu masih ada di jendela toleransi
ibu. Sebaliknya ada yang langsung marah, berarti kejadian
tersebut sudah diluar jendela toleransi Ibu. Baca juga; ibu tak perlu marah jika anak melakukan ini.
Jika anak
terlanjur membuat ibu marah (keluar dari jendela toleransi), maka yang harusp
dilakukan adalah segera kembali ke dalam jendela toleransi ibu, bagaimana caranya?
- Sebisa mungkin ibu menguasai diri .
- Bernapaslah dengan tenang tarik napas dalam secara perlahan dalam hitungan 1 sampai 5. Lalu buang perlahan dalam hitungan1 sampai 5. Usahakan ambil sikap duduk tenang dengan kaki menapak dilantai sambil mengatur napas .
- Setiap kali emosi negatif muncul baik marah, sedih, kecewa, berhenti sejenak dari aktivitas.
- Menjauhlah sesaat dari hal yang memicu emosi negatif, contoh sang anak terus menerus melontarkan pertanyaan yang akhirnya membuat ibu kesal, nah untuk sesaat bisa menjauh dari si anak.
- Alihkan pikiran ibu sementara dengan memikirkan hal hal yang menyenangkan.
Sedangkan menurut Fahruroji,.
CHC., MCHt seorang motivator keluarga yang juga hypnoterapist. Ada
tiga hal yang harus diterapkan agar ibu emosi bisa dikendalikan.
Sadar
Hendaknya Ibu sadar, mengetahui betul perannya sebagai orang tua. Sosok ibu yang identik dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang perlu menjadi acuan bahwa begitulah kita seharusnya bersikap. Ibu sebagai orang tua perempuan dari seorang anak memiliki peranan penting dalam pengasuhan dan pendidikan. Begitu pentingnya sehingga tak seorang pun bisa menggantikan posisi ibu.
Tak hanya itu, ibu sebagai role model anak sehingga harus menunjukan sikap dan perilaku baik. Ingat istilah monkey see monkey do, anak anak mencontoh apa yang ibu lakukan. sadarlah ibu mereka hanya manusia yang belum selesai tahapan belajarnya. Jadi sangatlah wajar jika mereka berbuat salah.
Baiknya Ibu mengasuh dan mendidik secara sadar bahwa anak anak masih butuh perhatian, anak anak belum bisa bersikap layaknya orang dewasa, anak anak harus terus diingatkan hingga proses tahapan belajarnya tercapai. Dikenal juga dengan mindful parenting atau conscious parenting.
Sabar
Tiap anak adalah unik, mereka berbeda satu dengan lainnya.
Itu sebabnya tidak boleh menjadikan kemampuan anak lain sebagai tolak ukur maupun cermin bagi anak
kita. Kenali Ia, tak hanya kenal secara fisik, orang tua juga harus kenal anak
secara sifat , watak dan karakter. Sesuaikan dengan keadaan dan
kemampuannya. Ekspektasi dan tuntutan ibu yang terlalu tinggi terhadap anak membuat kita sering tidak sabar. Ibu harus selalu ingat bahwa proses belajar itu tidak instant, butuh waktu panjang. sama halnya dengan ibu yang harus belajar sepanjang hidupnya.
Syukur
Anak adalah anugerah dari sang pencipta, sudah seharusnya kita senang dan menjaga pemberian itu sebaik-baiknya. Karena tidak tiap orang mendapatkan anugerah. Menurut beberapa kepercayaan selain anugerah anak merupakan titipan. Nantinya tiap manusia yang dititipkan anak akan diminta pertanggungjawaban.
Berbeda
dengan ibu Anna dan Pak Fahruroji, dr Aisah Dahlan mengajarkan untuk
mengatur emosi menggunakan pendekatan berbasis agama islam, dengan
mengembalikan emosi negati menjadi positif.
-
Ketika ibu dihadapkan pada masalah yang membuat marah, pertama
kendalikan diri (mengatur pernapasan) lalu mengakui emosi yang ibu rasakan kepada Allah.
Utarakan emosi yang ibu rasakan hanya kepada Allah.
- Mengangkat
emosi energi negatif dengan Tarik napas panjang berkali-kali. Bagi umat
muslim bisa mengucapkan kalimat istigfar sembari mengatur napas. Ambil
sikap duduk jika berdiri masih belum mereda. (saat berhadapan dengan anak yang membuat kita marah lakukan ini)
- Meminta yang diharapkan melalui doa yanhidupng kita panjatkan kepada Allah. Afirmasi positif pada anak.
Semua
cara diatas memang tidak mudah dilakukan untuk mengatur emosi yang
negatif kembali menjadi positif. Namun perlu dilatih secara terus
menerus dan dengan tekad yang kuat juga konsisten agar menjadi ibu yang
terbaik.
Saat mendidik anak sebaiknya kita sedang berada di jendela toleransi. Sehingga ibu ayah bisa sadar secara penuh
apapun yang dikatakan dan dilakukan. Jika mendidik dilakukan diluar jendela
toleransi maka yg terjadi adalah pengasuhan yang emosional dan efeknya kurang
baik, himbau Ibu Anna.
Seringkali sesudah kita memarahi sang anak, kita dideru perasaan bersalah. Tak jarang kita menangis dan menyesal sambil memandangi wajah lugunya saat ia tertidur. Itupun pernah saya alami.
Saran saya, berlatih mengendalikan emosi dari cara cara diatas. Banyak membaca artikel cara mengatur emosi, mengikuti kulwap maupun webinar yang berhubungan dengan mengatur emosi. Kemudian ingat terus bahwa ibu harus sadar perannya sebagai orang tua perempuan. terus berlatih pernapasan dan terapi mengendalikan emosi. Dan yakin ini pasti berhasil, kini saya lebih bisa mengatur emosi saat anak berbuat sesuatu diluar jendela toleransi saya.
Semoga bermanfaat,
salam J
Comments
Anak seharusnya tidak didampingi ketika kita sedang emosi ya...
Saya harus banyak menahan diri, sabar dan syukur rupanya...
Doakan saya bisa ya.
terimakasih tulisannya sangat bermanfaat.
soalnya capek kan mengerjakan sendirian.
Kududiperhatikan banget emosi kita supaya bawaannya saat bicara ke anak jg enak krn anak akan ingat itu yaa
Susah ya untuk tidak emosi itu.
Apalagi Ak malah ngeyel karena merasa didukung bapaknya. Sudah deh saya lepas tangan saja.
Bikin saya sedih lihatnya. Makanya penting banget mengelola emosi. Marah boleh aja asalkan jangan kebablasan. Kasihan nanti efeknya bisa panjang ke anak
Semangat buat buibuu..apalagi yang pjj.
Terima kasih artikelnya Mba :)
Rata-rata berkisah bahwa ibunya galak
Ada yang biilang ibunya marah-marah sesudah tidur siang, ada yang marah marah tanpa sebab dst
Emang sebagai ibu kita sering "khilaf"
Namun saya berjuang untuk nggak mengulangi pola yang sama ke anak anak saya, sebab jadi kenangan nggak menyenangkan
Terima kasih atas tulisannya yang manis sekali, MomJul.
Thanks for reminder ya Mba :)